EDUPUBLIK, Kab Bandung – Merasa diperlakukan tidak adil, masyarakat terdampak eksplorasi panas bumi di Kabupaten Bandung ramai – ramai menggugat pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Cepi Sopandi, salah satu penggugat uji materi ini mengatakan, dasar dari gugatan ini mengingat panas bumi yang diolah menjadi listrik serta disuplai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Bali sebagian besar berada di Kabupaten Bandung .“ Kita sebagai masyarakat Kabupaten Bandung melihat potensi, utamanya panas bumi yang ada di sini salah satu penghasil listrik terbesar di nasional. 52 % dari nasional, panas bumi nya dari kabupaten Bandung. Di sisi lain sangat memilukan ketika masyarakat Kabupaten Bandung sendiri, harga Tarif Dasar listrik nya lebih mahal bayarnya ketimbang daerah lain, kita ambil contoh dibanding Jakarta. Begitu pula pajak –pajak yang harus dibayarkan masyarakat Kabupaten Bandung, contohnya pajak penerangan jalan ( PPJ), kita lebih mahal, “ kata Cepi.
Cepi menambahkan, dasar lain masyarakat menggugat ke MK terkait undang – undang ini adalah termaktub dalam salah satu pasalnya mengatur dana bagi hasil (DBH) panas bumi, yang lagi –lagi dinilai sangat tidak adil.
“ Disana disebut, pembagiannya 20 persen untuk pusat, 32 persen untuk daerah penghasil, 32 persen untuk daerah yang ada di provinsi Jawa Barat dan 16 persen untuk pemerintah Provinsi Jawa Barat. Yang kita gugat disana adalah DBH yang 16 persen untuk provinsi. 16 persen ini seharusnya untuk daerah penghasil ( Kabupaten Bandung ) dikarenakan pada UU Panas Bumi fungsi pemerintah provinsi yang memberi ijin eksplorasi panas bumi sekarang dicabut kewenangannya, menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sehingga dalam hal ini, pemerintah provinsi Jawa Barat sudah tidak lagi memiliki kewenangan. Ketika kewenangan itu sudah tidak ada, hak dan kewajibannya pun tidak ada tentunya, “ tambahnya.
Sementara itu, Syahrial, juga salah satu warga yang turut mengajukan gugatan menyatakan selain listrik lebih mahal, dampak dari adanya perusahaan eksplorasi panas bumi ini sangat dirasakan masyarakat Kabupaten Bandung. “ Ini berdampak langsung. Adanya eksplorasi tersebut, tiap bulannya kami harus merasakan adanya gempa bumi. Meskipun 2 sampai 4 SR. Puncaknya terjadi pada kejadian gempa Pangalengan . Ini kami ada fakta, gempa – gempa ini terjadi murni terjadi karena ulah perusahaan eksplorasi panas bumi disini, “ Jelas Syahrial.
Sementara itu, Dian, SH yang juga turut mendampingi warga Kabupaten Bandung mengajukan Gugatan menyebut, perlakuan tak adil ini sudah sangat lama dirasakan masyarakat Kabupaten Bandung Dian juga mengingatkan pemerintah soal pola naiknya tarif dasar listrik yang harus dirasakan imbasnya oleh masyarakat Kabupaten Bandung. “ Kami punya bukti dan fakta, didalam pengajuan gugatan juga sudah kita lampirkan, bahwa naiknya tarif dasar listrik di Indonesia murni adanya intervensi negara – negara yang memberi pinjaman terhadap negara dan world Bank. Mereka mengatur negara kita soal kenaikan tariff dasar listrik dalam perjanjian utang piutang dengan negara terkait panas bumi dan PLN. Mereka akan memberi pinjaman asalkan mereka bisa turut mengatur kenaikan tarif dasar listrik. Kami ada bukti – bukti dan faktanya dan itu ada di materi gugatan kami. Dapat diuji fakta – fakta tersebut. “ kata Dian .
Dian menilai perusahaan – perusahaan eksplorasi di Kabupaten Bandung tidak mengindahkan suara masyarakat disana “ Seharusnya hal ini menjadi fokus perhatian pemerintah. Jangan ada yang ditutup – tutupi lagi. Lalu soal perusahaan perusahaan eksplorasi disana juga kami nilai telah menutup mata dan telinga. Gugatan ini sudah sangat lengkap mengungkap fakta dan bukti yang bisa dijadikan pertimbangan MK, “ Tambah Dian.
Sebelumnya pada Senin, 8 Oktober 2018, 15 warga Kabupaten Bandung mendatangi MK untuk mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ke 15 warga Kabupaten Bandung itu adalah Yadi Supriyadi, Rahmat Kusaeri, Sudirman, Sidiq Permana, Dian , Asep Sobarna, Zamzam A Raziqin, Didin Saepudin, Cepi Sopandi, Dani Dardani, Hikmat Rohendi, Sachrial, Cecep Supriatna, Erik R Fauzi dan Tatang Gunawan. Mereka mengaku merasa diperlakukan tidak adil terhadap adanya Undang – Undang dan adanya perusahaan eksplorasi panas bumi yang ada di Kabupaten Bandung. Mereka berharap MK dapat mengabulkan gugatan mereka dan negara bersikap adil kepada warga di Kabupaten Bandung, terutama warga yang terdampak langsung dengan adanya perusahaan eksploasi panas bumi yang ada disana.[rls]