EDUPUBLIK, Bandung – Berlokasi di Rumah Makan Bu Eha di Kota Bandung, ini di salah satu sudut pasar Tjihapit. Ketua Bandung Music Council, Erlan Effendy, memprakarsai bincang-bincang ringan terkait ramainya penolakan RUU Permusikan, yang salah satunya diinisiasi musisi yang juga anggota DPR RI Anang Hermasyah.
Seturut aksi penolakn yang merebak se Nusantara, musisi Bandung, setelah melakukan berbagai aksi dan diskusi membedah persoalan ini, akhirnya diundang Komisi X Frakrsi PDIP di DPR RI Jakarta, 13 Februari 2019, istilahnya mereka melakukan RDP (rapat dengar pendapat).
Melalui Erlan inilah redaksi Edupublikjabar.com dipertemukan dengan peserta RDP dari Bandung. Mereka ini, antara lain seniman maupun akademisi di Kota Bandung: Djaelani, Ipit Saefidier Dimyati, dan Syarif Maulana. Ketiganya kini ‘ngendon’ berprofesi sebagai akademisi di bidang musik dan seni di Unpas Bandung, dan ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia) Bandung. Lainnya, Trie Utami dan Dina Dellyana berhalangan hadir.
Menurut Djaelani mewakili rekannya yang melakukan RDP selama 1 jam 19 menit di Gedung Paremen, Senayan Jakarta, katanya yang dibahas itu, seputar: Penolakan pembahasan RUU Permusikan yang dikatakan tak berdampak significant bagi peningkatan kesejahteraan musisi. Bila pun diteruskan, dapat memperkeruh polemik di internal musisi dan seniman Kota Bandung, pun se-Nusantara. Dasar penolakannya, karena ketidaktepatan metodologis, cacat dalam hal bahasan dan cakupannya, serta yang memalukan secara elementer – betapa rancu, definisi musik ditafsirkan oleh Tim Perancang RUU Permusikan.
“Bila terus dipaksakan, pasti berisiko apalagi bila diaplikasikan di lapangan. Terjadi tubrukan dengan UU lain yang sah,” papar Djaelani dan Ipit yang keduanya pun sebagai representasi Dewan Kesenian Kota Bandung.
Pada pihak lain, usai pertemuan di pasar Tjihapit, redaksi mengontak senior Hari Pochang: “Mau bermusik saja, koq diatur seperti ini? Lagian diatur sama pasal-pasal karet lagi? Perumusnya itu gumasep sama cumentil saja. Bukankah perlindungan hak cipta dan royalti, undang-undangnya sudah ada? Tegakkan saja sesuai kewenangannya. Segera tolak saja,” ujarnya dengan nada datar memendam kegeraman yang mendalam.
Akhirnya, Didrop!
Kembali ke pertemun peserta dari Bandung yang mengikuti RDP di Senayan jakarta, menurut Djaelani berlangsung kondusif dan elegan. “Tidak ada yang main yang main ngotot-ngototan. Karena kami membawa konsep, plus solusi,” jelasnya.
“Malah salah satunya Pak Asdi Narang kala, cukup akomodatif. Ia memahami hampir semua keberatan di naskah RUU ini. Anggota DPR lainnya (My Esti Wijayati, Irine Yusiana, Roba Putri, dan Zuhdy Yahya), sepakat akan mendrop RUU ini. Utamanya, mereka mengapresiasi pendapat kami setelah Teh Dina dengan cukup cermat, menjelaskan 55% naskah akademik ini copy paste dari berbagai sumber. Isi pada pasal-pasal di RUU ini banyak yang redundant, bertabrakan dengan UU yang ada.”
Rupanya secercah harapan dari ‘Tjihapit Hearing’ demikian Tony Ellen menamakan pertemuan ini, semakin mengerucut demi menolak atau membatalkan RUU ini:
Ternyata, tak berselang lama ‘nasib baik’ itu sedang berpihak ke ratusan ribu musisi dan seniman Indonesia di awal tahun 2019 yang menolak RUU Permusikan ini diteruskan bahasannya, redaksi menjelang pergantian waktu ke 15 Februari 2019, muncul pemberitaan di media massa – Anang Hermasyah dan Konferensi Meja Potlot Sepakat Membatalkan RUU Permusikan (Kamis malam, 14/2/2019)! Populernya kini, kesepakatan yang cukup ‘dramatis’, bernama “Konferensi Meja Potlot” di Jakarta yang digagas Slank – Alhasil, doa Hari Pochang dan ribuan rekannya terkabul:
“Horee, ini angin segar bagi dunia permusikan. Tidak perlu lagi mengeluarkan enerji sia-sia. Masih banyak hal lain yang bisa kita garap untuk kepentingan masa mendatang. Bukan, untuk dunia musik belaka,” tutup Djaelani sesaat warta tentang isi Konferensi Meja Potlot disimaknya yang dikirim redaksi melalui WA.
Tak sampai di sini, pada Jumat siang (15/2.2019) muncul di meja redaksi jawaban kontak WA dari pakar hukum Unpad, Indra Perwira. Pada malam (14/2/2019) telah mengajukan tanggapan atas kisruh RUU Permusikan. Asal tahu saja, sosok Indra pernah diminta oleh para musisi Bandung sebagai nara sumber penting, tatkala membedah wacana fenomena ini.
Mau tahu apa jawaban Indra, yang tentu akan membuat suka cita musisi Indonesi yang menolak kuat RUU ini ? Sebagaimana pertanyaan ke pakar, khusus ke Indra ini sudah disiapkan seabreg pertanyaan dengan landasan hukum, cukup rinci pasal demi pasal:
”Hehe …masalah selesai!” begitu tulisnya yang diduga ditulis dalam keadaan dingin-dingin saja – Padahal sebaliknya musisi Bandung sempat serempak mengatakan horee dengan nada bungah namun tetap menjaga kekritisannya di group WA. Salah satunya, seperti yang diutarakan vokalis Trie Utami atau Teh Iie –“ Makanya, kalau merencanakan sesuatu harus matang dan hati-hati. Ini, kan menyangkut nasib orang banyak, dan berjangka panjang, ulah sagawayah …”
Boleh dikata anggota DPR Anang Hermasyah, akhirnya dalam konteks RUU Permusikan seperti lirik lagu “Kegagalan Cinta” oleh Rhoma Irama “Kau yang Memulai, Kau yang Mengakhiri”. [HS]