EDUPUBLIK, Bandung – Sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta, Bartholombbeus Toto mengunggah video vlog di YouTube. Ada tiga video yang diunggahnya. Di video terakhir, Toto mempertanyakan soal total uang suap yang disebut KPK sebanyak Rp 10 miliar.
Pada video dengan judul “Toto Vlog #3 Penutup Bedah Kasus : Kenapa Saya Harus Dijadikan Tersangka Meikarta”, Toto masih bertanya mengapa dirinya bisa dijadikan tersangka oleh KPK. Ia pun mencoba membedah rangkaian peristiwa Meikarta dari sisi fakta dan bukti namun dengan mengesampingkan fakta hukum.
Dilihat pada Selasa (3/12/2019) malam, Toto mengungkap alasan mengapa dirinya tak mau membedahnya dari segi hukum. “Pertama saya bukan ahli hukum. Berkaca pengalaman dalam pusaran kasus Meikarta, saya menghadapi kenyataan bahwa hukum itu bukan semata-mata persoalan fakta atau pembuktian,” ujarnya dalam video tersebut.
Ia pun mencoba menyederhanakannya dan mengesampingkan unsur hukum dan hanya berdasarkan fakta serta bukti yang dapat diverifikasi kebenarannya. “Misalnya fakta-fakta persidangan, kesakisan-kesaksian yang sudah didokumentasi, catatan tulisan tangan, catatan elektronik semua materi yang bias diperiksa secara fisik. Bukan berupa opini, asumsi atau keyakinan seseorang,” tuturnya.
Sebagai seorang yang berlatar belakang operasional perbankan, Toto menyebut analisa yang dipakainya adalah metode value the money. Ia memulainya dengan apa yang terjadi pada 14 Oktober 2018. Ketika itu KPK melakukan OTT terhadap Taryudi (Tim Billy Sindoro) dan Neneng Rahmi (Tim Bupati Neneng).
“Uang yang di OTT dari media massa diperoleh informasi 90 ribu dolar Singapura, Rp 23 juta, lalu ditambah Rp 513 Juta. Jadi totalnya kira-kira Rp 1,5 miliar, bukan Rp 10 miliar atau Rp 10,5 miliar. Nah, darimana datangnya uang yang Rp 10 miliar ini? Uang Rp 10 miliar ini berdasarkan dari pengembalian Bupati Neneng ke KPK. Katanya sih dari Lippo. Tidak ada penjelasan dari mana sebetulnya asal uang ini. Pokoknya ada uang yang dikembalikan Rp 10 miliar, titik,” terangnya.
Jika mau mencari tahu, lanjut Toto, uang sejumlah Rp 10 miliar itu bukan jumlah kecil, apalagi tunai. Untuk mengmbil uang di bank secara tunai Rp 500 juta saja, ujarnya, wajib menunjukkan KTP dan belum tentu bisa dapat langsung Rp 10 miliar.
“Kalau dicicil, artinya harus bolak-balik ambil ke bank 20 kali. Nah waktu pengembalian uang Rp 10 miliar tersebut, saya menjabat sebagai Presdir Lippo Cikarang. Dalam sidang, Bupati Neneng bersaksi bahwa dia disuap perizinan Meikarta itu dengan Billy Sindoro. Jumlahnya antara Rp 10 miliar sampai dengan Rp 20 miliar. Sementara Billy tidak pernah mengakui ada deal tersebut. Lagian yang di-OTT hanya RP 1,5 miliar. Pertanyaannya, jadi uang Rp 10 miliar yang dikembalikan itu sumbernya dari mana?” tanyanya.
Toto dalam videonya juga menyinggung soal peran Edy Dwi Soesianto atau Edi Soes yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Perizinan Lippo Cikarang. Menurutnya, saat itu Edi Soes sudah disiapkan solusi sampai akhirnya muncul narasi uang suap untuk IPPT Meikarta sebesar Rp 10 miliar bersal dari dirinya.
“Lalu dilengkapi cerita bahwa uang tersebut diterima secara tunai dari Sekretaris Direksi Lippo Cikarang pada masa itu yang bernama Melda Peni Lestari. Katanya serah terimanya di helipad Lippo Cikarang,” tuturnya.
Skenario itu, ujar Toto, terlihat cocok sampai ia akhirnya jadi tersangka. Namun ia mempertanyakan apakah laporan keuangan Lippo Cikarang dan Lippo Karawaci pernah diperiksa oleh KPK dan apakah ada bukti uang tunai yang keluar Rp 10 miliar.
“Mereka perusahaan publik yang diawasi OJK. Saya sebagai presdir, mana bisa mengeluarkan uang Rp 10 miliar tanpa ada proses dan anggaran yang jelas. Dua, uang tunai rupiah itu volume fisiknya besar dan berat. Bagaimana cara bawanya? Apakah seorang Melda kuat dan berani membawa uang sendiri. Pasti perlu bantuan dan pengawalan. Jadi mestinya harus ditanya siapa saksinya,” ujarnya.
Ironisnya, di persidangan, sebagaimana dikatakan Toto di videonya, Melda membantah tuduhan dari Edi Soes. Namun malah Melda yang dituduh bersaksi palsu. Toto menyebut akibat hal itu Melda sempat stres dan akhirnya keguguran karena saat itu ia tengah hamil muda.
“Tanpa ada kesempatan klarifikasi, dengan dasar inilah saya ditetapkan sebagai tersangka. Anehnya juga, dalam rangkaian gratifikasi Meikarta hanya Edi Soes seorang diri yang mengarahkan tuduhan terhadap diri saya. Itu pun secara lisan. Pejabat-pejabat lain yang terkait dalam kasus ini, tidak ada satu pun yang mengaku pernah berhubungan atau kenal dengan saya,” terang Toto.
Dengan kondisi itu, Toto tidak terima dijadikan sebagai tersangka. Ia pun kemudian pada tanggal 10 September 2019 melaporkan Edi Soes ke Polrestabes Bandung dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik, atas keterangan Edi Soes yang menyebutnya menyetujui dan memberikan uang Rp 10 Miliar untuk IPPT Meikarta.
“Saya menyerahkan bukti-bukti dan saksi, lalu diproses secara profesional oleh polisi. Apabila nanti dalam sidang, pengakuan Edi Soes yang mengandung rekayasa, dan kebohongan itu terbukti dan harus gugur, maka skenario kembali. Jadi uang yang Rp 10 miliar itu uang siapa?” paparnya.
Toto dalam videonya juga menyampaikan soal prediksi atas skenario yang nanti bakal berjalan pada proses hukumnya. Termasuk jika nantinya eks Bupati Bekasi tak mengakui jika uang Rp 10 miliar tersebut tidak ada urusan dengan Meikarta.
“Artinya KPK harus kerja keras membuka penyelidikan baru untuk mencari suap-suap di masa lalu, ini juga repot. Buat apa menghamburkan uang Negara buat penyidik untuk mencari-cari yang tidak ada targetnya. Karena target sesungguhnya, Bupati Neneng dan Billy Sindoro sudah divonis kok. Jadi mau apa lagi?” tanyanya.
Mendekati akhir videonya, Toto menyampaikan kondisi yang dialaminya sejak ditahan. Ia hanya bisa berserah diri dan merasa tidak bersalah. Ia pun tak mau turut serta berbohong dan ikut membuat skenario yang tidak benar apalagi dijadikan aktor.
“Yang jelas saya tidak pernah merasa sendirian karena punya Tuhan yang selalu setia dan berjanji bahwa saya tidak akan pernah ditinggalkan sendiri. Apapun yang terjadi dalam hidup saya, selama diizikan Tuhan pasti akan menjadi baik pada waktunya. Walaupun nanti saya divonis bersalah, saya tidak merasa dendam. Bukan hak saya untuk mengukum orang yang dzalim kepada saya. Tuhan maha adil dan setia, saya percaya bahwa semua yang saya terima adalah atas suatu anugerah. Lalu saya harus menjaga nama baik almarhum orang tua saya yang telah mendidik saya dengan keras mengenai kejujuran, moral, integritas dan yang paling penting selalu berserah kepada Tuhan,” papar Toto seraya menambahkan, ia harus memberikan contoh baik bagi ketiga putranya.
“Saya percaya di Indonesia masih banyak orang-orang yang memiliki hati nurani dan menjunjung keadilan. Saya akan mengirimkan surat kepada Pak Jokowi, dan berdoa supaya beliau ada kesempatan untuk meluangkan waktu ditengah kesibukan beliau. Saya memahami bahwa mencari jalan keluar dalam kasus yang saya hadapi ini dilematis. Dan saya menyadari bahwa saya itu bukan siapa-siapa dibandingkan dengan kebesaran institusi yang berkuasa, seperti KPK. Saya bersedia secara transparan dan terbuka untuk membandingkan fakta dan bukti,” ujar Toto menutup video vlognya.[rls/cy]