EDUPUBLIK, Kota Bandung – Komisi II DPRD Jawa Barat menerima studi banding terkait ketahanan pangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku, Bandung, Kamis (6/7/2023). Studi Banding diterima oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Jawa Barat Lina Ruslinawati, dan Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat Anwar Yasin.
Lina Ruslinawati menjelaskan, studi banding yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku ke DPRD Jawa Barat dalam rangka memperkaya dan menambah pengetahuan soal mengatasi rawan pangan. Dalam pertemuan tersebut, dibahas juga terkait kinerja dan tugas-tugas Komisi II (baik Jawa Barat dan Maluku Utara) yang membidangi Sumber Daya Alam (SDA), dan soal Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Provinsi Jabar yang nilainya 77,79 di 2021.
“DPRD Provinsi Maluku studi banding ke Jabar karena mereka masuk dalam status waspada atau rentan rawan pangan,” jelas Lina Ruslinawati, Bandung, Kamis (6/7/2023).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku menyebutkan bahwa daerahnya menjadi provinsi ke 31 rawan pangan. Hal tersebut berdasakan penilaian pemerintah pusat. Sementara itu, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku menganggap daerahnya kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), dan kaya dengan keragaman hayatinya.
“Mereka (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku) heran, kenapa bisa urutan 31 (masuk dalam wilayah rawan pangan). Padahal kondisi daerahnya bisa dibilang sangat kaya SDA,” katanya.
Dari hasil diskusi panjang, DPRD Jawa Barat memberikan beberapa saran mengatasi rawan pangan. Salah satunya, pembuatan regulasi yang mengatur ketahanan pangan di Provinsi Maluku. Kedua, kerja sama antara eksekutif dan legislatif untuk menyusun strategi mendorong ketahanan pangan di Maluku.
“Tentunya harus ada kerja sama kedua belah pihak, pembentukan regulasi, itu salah satunya (rekomendasi),” ucap Lina Ruslinawati.
Selain itu, Komisi II DPRD Jawa Barat menyarankan perbaikan infrastruktur jalan pada sentra produksi pangan. Hal ini penting dilakukan karena menurut paparan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku, jalan di sentra produksi di Provinsi Maluku kurang atau rusak. Sehingga para petani disana kesulitan saat mendistribusikan komoditas pertanian atau produksinya.
“Mereka mengeluhkan gara-gara akses jalan rusak hasil panen membusuk. Beberapa komoditas produksi tidak bisa didistribusikan. Bahkan ada kalanya para petani membiarkan hasil panennya membusuk di lahan atau ladangnya,” ungkap dia.
Kemudian, DPRD Jawa Barat pun menyarankan perbanyak pelatihan pengolahan makanan atau beberapa komoditas asli Provinsi Maluku. Agar hasilnya bisa bernilai lebih, dan bisa menjadi solusi atas masalah hasil panen yang sering membusuk lebih cepat.
“Mereka itu SDA-nya melimpah, tapi masalahnya akses jalan rusak menyulitkan masyarakat Maluku mendistribusikan. Mereka (petani di Provinsi Maluku) menurut informasinya kebingungan untuk mengolah hasil panennya,” ucap Lina Ruslinawati.
“Tadi kami (DPRD Jawa Barat) menyoroti masalah kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengolah beberapa komoditas. Berbeda di Jabar, satu komoditas bisa diolah dengan beragam olahan,” sambungnya.
Meskipun Provinsi Jabar tidak masuk dalam provinsi rawan pangan tambah Lina Ruslinawati, Jabar tetap harus waspada, harus mengantisipasi kerawanan pangan. Hal ini karena kondisi alih fungsi lahan menggerus lahan pertanian.
Disamping itu, laju pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningakatan lahan pertanian dan lahan untuk pangan lainnya.
“Justru kita juga harus waspada, khawatir terhadap risiko kerawanan pangan karena rasio jumlah penduduk dengan ketersedian pangan kita tidak selaras,” tambahnya.[r]