Oleh:
Daddy Rohanady
(Anggota DPRD Provinsi Jabar)
EDUPUBLIK – Kemantapan jalan milik Provinsi Jawa Barat yang dikelola Dinas Bina Marga dan Penartaan Ruang (DBMPR) hingga akhir 2022 tidak mencapai 90%. Dari enam Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang ada, rata-rata kemantapan jalannya seperti itu. Salah satu contohnya adalah di UPTD Wilayah II. Kemantapan jalan Provinsi Jabar di wilayah Kabupaten dan Kota Sukabumi adalah 78%.
Secara keseluruhan panjang jalan yang dikelola Provinsi Jawa Barat adalah 2.360,58 kilometer. Jalan yang tersebar di 27 kabupaten/kota se-Jabar itu pengelolaannya dibagi ke dalam enam UPTD DBMPR. Masing-masing UPTD tersebut mengelola jumlah ruas dan panjang jalan yang berbeda-beda.
Secara keseluruhan, hingga akhir 2022, kondisi jalan milik Provinsi Jabar masih banyak yang tidak mantap. Lebih dari 20% jalan di Bumi Parahyangan ternyata tergolong rusak berat dan rusak sedang.
Target kemantapan jalan secara nasional pada 2022 adalah 91,81%. Target Kemantapan jalan nasional pada tahun 2023 naik menjadi 93,57 persen. Adapun target Provinsi Jabar sebagaimana tertera dalam Perda Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 adalah 83,84 persen pada tahun 2023. Pada tahun 2022 kemantapan jalan provinsi mencapai 82,79 persen. Oleh karena itu, sejumlah upaya pun dilakukan Pemprov Jabar melalui Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jabar, di antaranya meningkatkan jalan provinsi dan memperbaiki jembatan.
Berbagai upaya memang dilakukan, tetapi tetap dengan ketebatasan anggaran yang ada. Pada tahun 2023 dilakukan pemeliharaan rutin jalan dan jembatan. Sudah disepakati pada tahun 2023 ada 69 paket penanganan untuk jalan dengan panjang total 355,587 km. Paket pekerjaan tersebut meliputi pekerjaan pemeliharaan berkala sepanjang 352,47 km, rekonstruksi jalan sepanjang 3,117 km, rehabilitasi jalan 0,063 km, pembangunan jembatan 0,14 km, dan penggantian jembatan 0,038 km.
Dengan target seperti itu, dapat dipastikan bahwa target kemantapan jalan Provinsi Jabar pada akhir tahun 2023 juga tidak tercapai. Berarti, ada pekerjaan rumah yang begitu besar bagi DBMPR Provinsi Jabar untuk beberapa tahun ke depan.
Jalan provinsi Jabar mengalami penurunan kualitas. Hal ini tentu berkaitan dengan alokasi anggaran, baik untuk rekonstruksi, peningkatan, maupun pemeliharaan jalan. Padahal, pada tahun 2019 kemantapan jalan provinsi di Jawa Barat mencapai 91,903%. Tahun 2020-2021 memang anggarannya pun menurun drastis akibat refocusing dan realokasi anggaran sebagai kebijakan untuk lebih meprioritaskan penanggulangan covid-19.
Selain menangani jalan, ada pekerjaan lain yang menjadi tugas pokok dan fungsi DBMPR, yakni urusan penataan ruang, dan masalah jasa konstruksi. Namun, hal yang harus ditangani yang sangat erat kaitannya dengan jalan adalah penanganan jembatan.
Jumlah jembatan di Provinsi Jabar sangatlah banyak. Secara total jumlahnya mencapai 1.295 buah dengan total panjang 16.485,9 km. Sayangnya, dari jembatan sebanyak itu, tidak sedikit pula jembatan yang umur pembuatannya sudah di atas 30-40 tahun. Mengingat kondisi tersebut, berarti tidak ringan pula tugas DBMPR.
Di UPTD Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Wilayah Jalan II (Kabupaten dan Kota Sukabumi), misalnya, ada 152 jembatan. Dari jumlah sebanyak itu, yang mampu dirawat hanya 10 saja. Ini dikarenakan anggaran yang terbatas. Konsekwensinya bisa ditebak, banyak jembatan yang kurang terawat.
Contoh jalan yang terbengkalai di UPTD DBMPR Wilayah II ialah ruas Simpang Loji-Waluran. Pekerjaan terakhir di ruas ini dilakukan pada 2016. Artinya, jalan tersebut sudah bertahun-tahun “tak tersentuh”. Tidak aneh jika hingga kini jembatan yang strategis itu kondisinya lumayan parah. Lubang tampak di sana-sini. Dengan kondisi demikian, para pengguna harus ekstra hati-hati dalam memilih lintasan yang akan dilalui.
Celakanya, memilih lintasan jalan menjadi sangat tidak mudah dilakukan ketika musim hujan. Mengapa? Jalan yang dipenuhi air hujan akan membuat para pengguna jalan lebih sulit memilih jalur lintasan. Hal ini dikarenakan jalan yang berlubang tidak terlalu tampak jelas. Akhirnya, ada saja yang terjebak ke dalam lubang. Satu-dua kecelakaan pun tak terelakkan. Jika hal ini dibiarkan berlama-lama, peluang terjadinya kecelakaan pun menjadi semakin sering.
Ada hal lain yang menarik. UPTD Wilayah II mengurus jalan provinsi sepanjang 347,47 kilometer. Dari jalan sepanjang itu masih ada pula jalan yang lebarnya hanya 3,5 meter. Padahal, standar lebar jalan provinsi adalah minimal 6 meter.
Ruas jalan di UPTD Wilayah II pun butuh rekonstruksi. Tahun 2022 saja hanya dilakukan rekonstruksi sepanjang 15 km. Dengan berbagai keterbatasan yang ada, tidak aneh jika kemantapan jalan UPTD Wilayah II DBMPR adalah 78%. Dengan kondisi seperti itu berarti ada 22% yang kurang mantap.
Secara keseluruhan, khusus terkait jalan, ada pekerjaan rumah yang cukup besar untuk DBMPR Provinsi Jabar. Dengan sekitar 73% jalan yang umur teknis rencananya sudah habis, berarti ada sekitar 1.500 km jalan yang harus direkonstruksi. Ini jelas sebuah pekerjaan besar yang dapat dipastikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Mengingat keterbatasan kemampuan keuangan yang ada, praktis penanganan jalan di Jawa Barat harus dilakukan secara bertahap. Misalnya, kondisi sekarang dijadikan titik nol. Lalu, target penyelesaiannya disusun menjadi 10 tahun.
Artinya, dibutuhkan dukungan anggaran untuk merekonstruksi jalan sekitar 150 km per tahun. Dengan asumsi kebutuhan biaya Rp 10 miliar per kilometer saja, berarti dibutuhkan biaya sekitar Rp 1,5 triliun per tahun.
Itu hanya untuk rekonstruksi 10% jalan yang umur teknisnya sudah habis. Padahal, jalan lainnya pun butuh biaya pemeliharaan rutin. Jadi, memang dibutuhkan anggaran yang cukup besar jika jalan-jalan di Jabar tidak ingin lebih “ambyar”.
Kondisi jalan provinsi seperti itu memang tidak dapat dibiarkan terlalu lama. Dibutuhkan perencanaan penanggulangan secara holistis dan terintegrasi. Dibutuhkan dukungan anggaran yang realistis dalam APBD Provinsi Jabar.
Mudah-mudahan perekonomian Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Barat, terus membaik dan meningkat pada tahun 2023. Dengan demikian, APBD Provinsi Jabar pun meningkat dan alokasi anggaran untuk perbaikan infrastruktur bisa terpenuhi.
Jika APBD Provinsi Jabar tidak mungkin meng-cover kebutuhan tersebut secara keseluruhan, Pemprov Jabar harus meminta bantuan ke Pemerintah Pusat. Slotnya pasti ada. Itulah Dana Alokasi Khusus (DAK). Melalui para anggota DPR RI yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Barat rasanya hal itu masih bisa ditanggulangi. Seberapa kuat lobi sudah dilakukan? Itu salah satu masalahnya.
Memang tidak mungkin rekonstruksi jalan sepanjang sekitar 1.500 km dilakukan dalam satu tahun anggaran. Namun, setidaknya hal itu bisa dilakukan dalam 5-10 tahun anggaran. Dengan demikian, dukungan anggarannya pun lebih logis dan realistis. Satu hal yang pasti: jangan menunggu bom waktu.
Itulah salah satu pekerjaan rumah untuk Gubernur Jabar beserta Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang. Tentu Gubernur dan Kadis BMPR tidak sendiri. Jika berkaitan dengan alokasi anggaran, dia harus membicarakan hal itu dengan DPRD Provinsi Jabar. Penanganan jalan juga semestinya bisa dilakukan melalui kolaborasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah kota/kabupaten se-Jabar, termasuk para pengusaha di Jabar.
Sayangnya, ada satu kata yang tampaknya memang masih sangat sulit dilakukan: “kolaborasi”,[R]