EDUPUBLIK, Bandung – Hari ini 24 September 2018, adalah 58 tahun perayaan hari tani di negeri kita. Landasanya, ini terhitung lahir dan diundangkannya Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Pembaharuan Agraria (UUPA). Nyatanya, seperti rilis dari Walhi Jabar, agenda pembaharuan agraria masih jalan di tempat. Mahfumnya, hingga tahun ke-72 Indonesia merdeka, kehidupan kaum tani jauh dari kondisi sejahtera.
“Nasib kaum tani di Jawa Barat yang berada dalam ancaman keputusan politik pembangunan, nyata-nyata tidak berpihak ke kaum tani,” papar Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jawa Barat.
Lebih lanjut menurut Dadan, kaum tani makin dihadapkan pada masalah dan ancaman perampasan tanah atau ruang hidup. Yang terus terjadi adalah alih guna pertanian produktif oleh pembangunan infrastruktur skala besar (PLTU batubara, bendungan, jalan tol, kereta cepat, pelabuhan, bandara, pembangunan dan perluasan kawasan industri, pembangunan kawasan perkotaan-perkotaan baru (metropolitan dan megapolitan), dan perluasan areal pertambangan baik, di kawasan hutan, pertanian, perkebunan, dan pesisir laut.
Yang terjadi saat ini, kondisi kaum tani, yakni petani dan buruh tani di Jawa Barat makin tersisihkan oleh aturan RTRW nasional, provinsi dan kabupaten/kota serta program pembangunan nasional dan daerah. Terjadi alih fungsi lahan pertanian produktif, ini belum sepenuhnya memihak pada kehidupan kaum tani, rumah tangga petani dan buruh tani di Jawa Barat. Kondisi saat ini berdasarkan kajian RTRW di 27 Kabupaten atau kota di Jawa Barat, luasan peruntukan pertambangan sekitar 241,173.00 ha dan lahan industri mencapai 110,331.16 ha.
Dari kajian Walhi Jawa Barat menunjukan dalam kurun waktu 2010 sd 2017, luasan lahan pertanian di Jawa Barat juga semakin menyusut, dari sekitar 961.833 ha menjadi 877.846 ha. Maknanya, terjadi penyusustan sekitar 83.987 ha dalam kurun waktu 8 tahun. Ini disebabkan terjadi proyek pembangunan infrastruktur skala besar, industri dan pertambangan. Padahal sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan menyumbang kontribusi serapan tenaga kerja sekitar 21%. Sementara sektor industri sendiri hanya menyerap tenaga kerja sebesar 22%. Fakta menyusutnya lahan pertanian produktif dibarengi dengan menurunya jumlah petani dan buruh tani yang hidup dari mata pencaharian petani.
Kriminalisasi Petani
Fakta di lapangan saat ini, membuktikan bahwa kaum tani, berhadapan dengan ancaman dan tindakan kriminalisasi aparat negara. Ini terjadi di Indramayu, Cirebon, Bogor, Majalengka, Cianjur, Karawang, Sukabumi, Tasikmalaya, Banjar dan wilayah lainnya.
Walhi Jawa Barat mencatat, dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, sedikitnya 37 petani mengalami kriminalisasi. Lainnya, kehidupan ekonomi kaum tani, korban pembangunan infrastruktur skala besar DAM Jatigede, PLTU batubara Indramayu, proyek jalan tol Cisumdawu, tambang dan pabrik semen PT SCG Sukabumi dll, belum diperhatikan dan diurus secara serius oleh pemerintah.
Perani, Terancam
Dadan Ramdan menjelaskan bahwa SK No 3672 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan WilayahTtambang Jawa Bali yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM RI, merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan kehidupan kaum tani dan lingkungan hidup. Keputusan ini sangat jelas mengancam kehidupan kaum tani di kawasan hutan dan perkebunan, nelayan di wilayah pesisir pantai.
Keputusan ini pun beroptensi daya rusak sosial dan ekologis bagi wilayah Jawa Bali. Khusus Wilayah Jawa Barat, potensi kerusakan lingkungan hidup, hutan, pesisir, karst, laut terjadi di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Kurang lebih sekitar 400.000 Ha, wilayah Jawa Barat bagian selatan menjadi wilayah pertambangan logam, mineral, non logam, panas bumi dan radioaktif. Dipastikan daya dukung wilayah Jawa Barat bagian selatan akan semakin menurun,,pun ekosistem akan semakin rusak.
Dalam kaitan Raperda Provinsi Jawa Barat melalui pengembangan industri dari 3 koridor industri menjadi 6, ini berpotensi alihfungsi lahan pertanian produktif di Karawang, Subang, Majalengka, Indramayu, Cirebon, Kuningan, Banjar, Sukabumi, Cianjur dan Garut,akan semakin menyengsarajan petani.
Sikap Walhi Jabar
Sekaitan momentum Hari Tani 2018, Walhi Jawa Barat menyatakan sikap : 1) Menolak intervensi /campur tangan IMF-Bank Dunia dalam pembangunan pertanian di Indonesia ; 2) Mendesak penghentian proyek infrastruktur skala besar di Jawa Barat yang didanai dari hutang luar negeri; 3) Mendesak pembatalan rencana pengembangan dan perluasan wilayah industri di Jawa Barat ; 4) Mendesak pembatalan SK No 3672 K/30/MEM/2017 tentang penetapan wilayah tambang Jawa Bali ;5) Menghentikan tindakan-tindakan kriminalisasi dari aparat negara dan mendesak pembebasan kaum tani korban kriminalisasi ; 6) Mendesak implementasi Reforma Agaria terakomodasi dalam kebijakan RPJMD Jawa Barat tahun 2018-2023; dan 7) Mendesak Pemerintah Jawa Barat dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengimplementasikan kebijakan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan perlindungan kehidupan ekonomi kaum tani. (HS/Rls)